JAKARTA (IndoTelko) - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) tak hanya tercatat sebagai inkubator pionir untuk startup di Indonesia, namun juga mendorong karyawannya menciptakan produk khas rintisan usaha digital tersebut.
Contoh konkretnya sudah dilakukan tim SmartEye dari Divisi Digital Service (DDS) Telkom. Mereka digandeng festival jazz internasional, Java Jazz, yang dihelat 3-5 Maret 2016 ini sebagai penyedia layanan live streaming kamera 360.
Salah satu founder SmartEye Nikmatur Rahmah mengatakan, layanannya tersebut gratis dan memungkinkan masyarakat menonton langsung secara daring (live streaming) konser jazz tersebut dari semua sudut gambar.
"Ini pengalaman baru di Indonesia, festival jazz internasional bisa disaksikan live streaming dari sudut kamera 360 derajat. Bisa dilihat dari atas, bawah, samping kanan, kiri, belakang, dan depan musisi secara gratis," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (3/3).
Jika menggunakan komputer personal/PC, akses kamera multiarah itu bisa dikendalikan tetikus (mouse). Jika ingin melihat bagian depan musisi misalnya, maka klik, tahan, dan geser (drag) ke arah yang dihendaki sehingga kita bisa melihat sisi lain pemusik yang sedang konser live.
Adapun suara dan tayangan yang dihasilkan tidak ada perubahan apapun sekalipun pengunjung aktif merubah posisi dan arah mouse-nya, sehingga seluruh sudut terjangkau tanpa kehilangan momen musiknya tadi.
Menurut dia, selain PC, seluruh jenis gawai akan bisa merasakan sensasi baru menonton konser musik tersebut khususnya pada 5 dari 11 titik konser yang bekerjasama dengan SmartEye dengan mengakses https://live.javajazzfestival.c om/
Lima titik pengambilan kamera tersebut antara lain pada Stage Outdoor, serta panggung di dalam ruangan yang disebut Hall. Setiap harinya, kata dia, masyarakat bebas mengakses mulai dari jam 16.00 hingga dinihari tanpa syarat dan ketentuan apapun.
"Kami ajak untuk menonton persembahan musik terbaik dengan cara baru. Untuk kenikmatan menonton, disarankan menggunakan jaringan kecepatan tinggi yang sudah teruji. Buffering akan tergantung pada akses internet gawai. Kalau lambat ya lambat, kalau akses baik tidak ada buffering," sambungnya.
Nikmatur Rahmah sendiri menciptakan SmartEye bersama dua karyawan Telkom lainnya yakni Ahmad Nasirudin dan Fahmi Ramadani. Dua nama terakhir sebelumnya menciptakan Virtual Reality berupa tur ke venue PON 2016, September lalu.
Bedanya, dalam pekan olahraga nasional tahun lalu, masyarakat harus gunakan peranti tambahan yakni kacamata pendukung virtual reality (VR) semacam Samsung Gear, LG 360 VR, hingga produk Tiongkok semacam VR Shinecon. Nah, dalam Java Jazz, sensasi yang sama bisa langsung dirasakan dengan mata telanjang/tanpa kacamata VR maupun menggunakan kacamata VR.
"Saat ini memang gratis, karena tujuan kami kenalkan dulu ke masyarakat. Belum semua tahu, itung-itung sekalian cari nama buat SmartEye dulu. Tapi ke depannya, pasti kami pikirkan model bisnisnya untuk perusahaan," katanya.
Menurut Nikmah, panggilannya, dia dan timnya memikirkan konsep berlangganan (subscriber) atau per akses (sign in) sekira sudah familiar dan dihendaki masyarakat. Selain itu, jenis layanan ini bisa diimplementasikan luas di bidang pemasaran.
Dimisalkannya, layanan pemasaran sebuah produk atau jasa kelak tak perlu mengeluarkan bujet untuk ikut pameran secara massif. Dengan menyediakan layanan live streaming kamera 360, otomatis akan bisa menekan signifikan bujet perusahaan. (tp)